Jumat, 24 September 2010


Pendidikan Kunci Pemecahan Masalah Sosial di Indonesia


Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Dewan Pekerja Nasional (DPN) Front Persatuan Nasional (FPN), KH Agus Miftach, menyatakan bahwa pendidikan menjadi kunci pemecahan masalah-masalah kehidupan sosial di Indonesia saat ini, terutama dalam menghadapi lingkungan yang semakin rusak dan ancaman ketidakmampuan memberikan daya dukung kewilayahan.

"Pendidikan akan dapat menyelesaikan Indonesia yang memiliki problematik mengatasi banyak permasalahan, seperti tingginya tingkat kecelakaan, lalu lintas, bencana alam, angka kelahiran, pengangguran, epidemi, narkoba, kriminalitas, korupsi, kerusakan lingkungan dan ketidakmampuan ekonomi," katanya di Jakarta, Jumat.

Dalam sambutannya pada Dialog Kebangsaan di depan ratusan mahasiswa dari 60 perguruan tinggi itu, Agus mengatakan, akibat korupsi dan mahalnya pendidikan di Indonesia, akan dapat memerosotkan kualitas pendidikan generasi bangsa.

"Mahalnya pendidikan akan memrosotkan kualitas sumber daya manusia, yang tentu akan berlanjut dengan kemerosotan di segala bidang, dan bukan mustahil demokrasi yang kini dikembangkan tanpa kemampuan dasar ekonomi, akan berkembang kearah anarki," katanya.

Tokoh dari kalangan NU itu mengatakan, tingginya deforestrasi, pencemaran laut dan habitat air, pengrusakan lahan dan kemerosotan lingkungan secara menyeluruh di Indonesia tanpa penanggulangan berarti, dikhawatirkan Indonesia akan memasuki kekerasan sipil yang disebabkan oleh kelangkaan sumber daya alam, seperti air, tanah pertanian, hutan dan ikan.

Pada kesempatan itu, Agus menegaskan, jika ideologi sosial atas nama demokrasi gagal memanifestasikan kedaulatan rakyat dalam bentuk kehidupan yang lebih baik, lebih sejahtera, lebih terdidik, lebih sehat dan bebas korupsi, maka dikhawatirkan konsep "khilafah" akan dijadikan jalan lain untuk membawa perubahan sosial ke arah kesejahteraan.

"Indonesia adalah negara kesatuan kepulauan yang antara lain terdiri atas Jawa, Sumatera, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, Maluku, dengan basis antropologi berbeda dengan rumpun Arab, Eropa dan Yahudi," katanya.

Ia menimpali, "Indonesia memiliki kebanggaan dan keluhuran sendiri, dan yang terlebih penting memiliki pemahaman ke-Islaman kita yang inklusif, damai dan rahmatan yang membuat negara-bangsa ini tetap ada."

Menurut Ketua Harian KPU periode 1999-2002 itu, masyarakat Indonesia sekarang memasuki era pragmatisme, konsumerisme dan hedonisme dengan berbagai variable dan agregat yang bertubrukan satu sama lain serta ada nilai-nilai sekuler, tradisional, dan fundamentalisme agama yang belum berhasil tersublimasikan.

"Jika gagal dalam proses sublimasi, maka akan terjerumus dalam kekacauan nilai-nilai sosial yang tidak berbentuk. Hal Ini menjadi tantangan para pemikir, bagaimana semua kontroversi variable sosial dan psikologis itu tersublimasikan menjadi bentuk budaya baru yang emansipatif," ujarnya.

Dengan demikian, kata Agus, bangsa Indonesia diharapkan akan menemukan karakter baru bangsa yang dapat menopang pembentukan peradaban moderen Indonesia menggantikan nasionalisme tradisional yang tidak pernah menawarkan suatu agenda komprehensif organisasi sosio ekonomi.
Jumat, 30 Mei 2008 17:19 WIB (www.antaranews.com)


http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=5052960671854199768