70 Tahun Don Hasman
Khalayak fotografi Indonesia sudah semestinya mengenal Don Hasman. Sosok fotografer penjelajah yang kehidupannya patut diteladani. Semangat Oom Don, demikian ia biasa disapa, seperti api yang tak pernah padam.
Lahir di Jakarta, 7 Oktober 1940, Oom Don sudah mulai memotret sejak usia 11 tahun. Berbagai benua sudah dijelajah, puncak-puncak tinggi dunia sudah ditaklukkannya. Ribuan kilometer sudah ditempuh baik dengan berjalan kaki maupun bersepeda.
Sosok Oom Don adalah sosok langka, sulit mencari pribadi yang mampu menyamai. Generasi muda fotografi mungkin pernah dengar namanya, tapi pertemuan secara langsung dengan Oom Don bisa membuat kita menyelami pribadinya. Sosok fotografer yang berkomitmen penuh pada profesi, loyal pada rekan-rekan dan selalu rindu berbagi.
Oom Don yang saya kenal adalah pria sederhana. Pada suatu acara di Jogja tahun 2009, Oom Don pernah pamit untuk beli tiket kereta api pulang ke Jakarta. Diantar seorang mahasiswa berboncengan motor, Oom Don berangkat ke Stasiun Tugu.
Kepada mahasiswa itu saya titipkan sejumlah uang untuk tiket kereta eksekutif. Oom Don layak menikmatinya. Tapi mahasiswa tersebut, sekembalinya dari Stasiun Tugu, mengembalikan uang masih dalam jumlah banyak. Oom Don ternyata lebih suka menumpang kereta ekonomi.
Oom Don juga saya kenal sebagai sosok yang penuh inisiatif, ide berani dan semangat menyala-nyala. Tahun 2006 di Jakarta, Oom Don berinisiatif mengumpulkan fotografer untuk sebuah proyek buku bertema Indonesia. Sejumlah fotografer terkemuka dikontaknya untuk berkumpul di studio Ferry Ardianto di bilangan Tebet.
Saya sebagai yang termuda di rapat informal itu menyaksikan semua fotografer senior yang hadir amat respek pada Oom Don. Beberapa fotografer lantas bisik-bisik mengingatkan satu sama lain untuk sekedar mengongkosi Oom Don pulang dengan taksi.
Uang kemudian diberikan secara diam-diam ke Oom Don, ketika acara usai dan semua saling berpamitan. Oom Don menolak, seraya menyebutkan bahwa ia terbiasa menumpang bis umum. Dan, Oom Don tetap pulang ke rumahnya di Depok menumpang bis umum.
Begitu sederhananya kehidupan Oom Don hingga ia baru bersedia memakai ponsel setahun terakhir ini saja. Sebelum itu komunikasi hanya melalui telepon di rumahnya di Depok. Jika Oom Don sedang berpetualang, maka kita hanya bisa titip pesan pada anak perempuannya.
Padahal prestasi Oom Don sungguh mengagumkan. Tempat tertinggi yang pernah ditaklukkan Don Hasman adalah Nuptse, kawasan Himalaya, Everest base camp 6.150 meter tahun 1978, masuk wilayah geografis Nepal. Baru 9 tahun kemudian rekor tersebut bisa diperbaharui oleh orang Indonesia lain. Don Hasman juga pernah menaklukkan Gunung Kilimanjaro 5.985 meter di Tanzania tahun 1985. Ia berangkat, antara lain, bersama mendiang Norman Edwin, wartawan Kompas, yang legendaris itu.
Keteladanan Don Hasman adalah kekonsistenan memotret hingga hari ini, kala usianya beranjak senja. Oom Don, demikian ia akrab disapa, tahun 2007 masih sanggup berjalan kaki 1000 km dari Saint-Jean-Pied-de-Port, Perancis Selatan ke Cape Finisterre, Spanyol Barat Laut. Perjalanan selama 35 hari itu ditempuh dalam 2.200.000-an langkah oleh anggota kehormatan Mapala UI bernomor anggota MK 225 ini.
Menimba pengalaman dari fotografer dan petualang alam bebas ini bak menimba dari sumur yang tak pernah kehabisan air. Dalamkunjungan ke kantor Fotografer.net bulan Maret 2010, sambil saling berbagi foto, Oom Don menyebutkan, “Foto bagus adalah foto yang bisa menggugah perasaan.”
Petikan yang singkat tapi dalam dan mengena. Ketika fotografer berkutat dengan kecepatan rana, diafragma, dan perlombaan resolusi, petikan Oom Don ini penting dijadikan bahan refleksi. “Foto yang menggugah bisa menginspirasi orang yang melihatnya. Membuat orang melakukan sesuatu,” imbuh Oom Don.
Selamat berusia 70 tahun, Oom Don. Semoga selalu sehat dan senantiasa berbagi kepada khalayak fotografi Indonesia dan dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar